INDONESIA BERTAUH☝️D
Yuk belajar tauhid supaya kita lebih kenal kepada siapa sepatutnya kita menyembah dan berserah diri, ikut terus artikel ini ya!
*MATERI PEKAN PERTAMA*
*Mengenal Allah*
Allah ta’ala berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) yang berhak disembah selain Allah.” [Muhammad: 19].
Penjelasan ringkas:
1⃣ *Kita tidak akan menyembah Allah kecuali setelah kita mengenal-Nya*. Seperti kata pepatah “tak kenal maka tak sayang”, ketika kita baru mengenal seseorang, mungkin interaksi yang pertama terbangun seperti interaksi kepada orang asing. Berbeda halnya jika kita sudah akrab dan informasi tentangnya semakin bertambah, tentu interaksi yang terbangun jauh berbeda ketika pertama kali berkenalan.
2⃣ Demikian pula dengan Allah ta’ala dengan permisalan yang lebih tinggi dari itu. *Kita sangat butuh untuk mengenal-Nya, agar rasa khasyah (khusyu’), takut, raja’, tawakkal pada diri kita kepada-Nya semakin bertambah*. Agar kita semakin menegakkan hak Allah; mengagungkan syi’ar-syi’ar-Nya dan menaati batasan-batasan-Nya.
Allah ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang yang mengenal-Nya di atas ilmu). Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahapengampun.” [Fatir: 28].
Dalam suatu riwayat disampaikan,
سأل موسى ربه: أيْ ربِّ، أيُّ عبادك أخشى لك؟ قال: أعلَمُهم بي
“Musa bertanya kepada Allah, ‘Wahai Rabb, siapa di antara hamba-Mu yang paling takut kepada-Mu?’
Allah menjawab,“Dia yang paling mengenal-Ku.”
3⃣ Al-Ashfahani rahimahullah mengatakan,
قال بعض العلماء: أول فرض فرضه الله على خلقه معرفتُه، فإذا عرفه الناس عبدوه؛ قال تعالى: ﴿ فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ﴾ [محمد: 19]
“Sejumlah alim ulama berpandangan bahwa kewajiban pertama yang dibebankan Allah kepada makhluk-Nya adalah mengenal-Nya. *Apabila telah mengenal-Nya, niscaya mereka akan menyembah-Nya*.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kenalilah bahwasanya tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah semata”.
Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan, _*“Pribadi termulia yang memiliki cita-cita dan kedudukan tertinggi adalah seorang yang merasakan kelezatan dalam ma’rifatullah (mengenal Allah), mencintai-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya serta mencintai segala sesuatu yang dicintai dan diridhai-Nya.” *_
4⃣ *_Oleh karena itu, mengenal Allah adalah ruh kehidupan; kelezatan dan kebahagiaan hidup._* Kesempurnaan hamba terletak pada pengenalan kepada Allah sehingga menumbuhkan kecintaan kepada-Nya.
Pengenalan dan kecintaan itulah yang akan menghantarkannya kelak pada kenikmatan tertinggi di akhirat, yaitu memandang Allah, Sang Kekasih.
Sebaliknya, *seorang yang tidak berusaha mengenal Allah semasa hidup di dunia tidak akan merasakan kenikmatan, tapi kelak merasakan kerugian.*
Malik bin Dinar rahimahullah mengatakan,
مساكين أهل الدنيا؛ خرجوا منا وما ذاقوا أطيبَ ما فيها! قيل له: وما أطيب ما فيها؟ قال: معرفة الله ومحبته
_“Penduduk dunia yang miskin adalah mereka yang meninggalkan dunia tanpa sempat mencicipi hal yang paling nikmat semasa di dunia. Ada yang bertanya, ‘Apakah hal itu?’ Malik menjawab, ‘Hal itu adalah mengenal dan mencintai Allah.”_
5⃣ *Allah adalah Ar-Rabb, yaitu Al-Murabbi,* Dzat yang memelihara dan mengurus seluruh makhluk-Nya dengan mengatur urusan dan melimpahkan berbagai macam nikmat kepada mereka . Maka ar-Rabb adalah Dzat Pencipta sekaligus Penguasa dan Pengatur alam semesta beserta isinya.
Allah ta’ala berfirman,
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.” [Al-Fatihah: 1].
6⃣ Allah ta’ala menciptakan dan mengatur seluruh alam semesta, sehingga hal itu berkonsekuensi hanya Allah semata yang berhak diibadahi, *karena yang berhak diibadahi dan disembah adalah Dzat yang mampu menciptakan dan mengatur alam semesta*.
*Adapun dzat yang tidak mampu menciptakan dan mengatur alam semesta tidak berhak diibadahi/disembah.*
Allah Ta’ala telah mengisyaratkan akan hal ini dengan menyebutkan berbagai karateristik sesembahan yang tidak layak untuk disembah dalam surat Al-Furqan. Allah Ta’ala berfirman,
وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلَا يَمْلِكُونَ لِأَنْفُسِهِمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا وَلَا يَمْلِكُونَ مَوْتًا وَلَا حَيَاةً وَلَا نُشُورًا
“Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” [Al-Furqan: 3].
Dalam ayat ini, Allah ta’ala menyebutkan tujuh sifat bagi tuhan-tuhan yang disembah selain Allah Ta’ala, dimana ketujuh sifat itu merupakan sifat aib yang terdapat pada tuhan-tuhan tersebut dan menunjukan bahwa mereka tidak layak diibadahi/disembah.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman di ayat yang lain,
أَيُشْرِكُونَ مَا لَا يَخْلُقُ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ
“Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) sesuatu yang tak dapat menciptakan sesuatupun? Sedangkan sesuatu itu sendiri adalah mahluk.” [Al-A’raf: 191].
7⃣ Dengan alasan itulah, yaitu Allah adalah Ar-Rabb, Dzat yang telah menciptakan dan mengatur alam semesta ini, *seluruh peribadahan wajib ditujukan hanya kepada-Nya*.
Dalam al-Quran, Allah sering berdalil dengan rububiyah-Nya untuk menunjukkan bahwa Dia-lah yang satu-satunya berhak diibadahi, seperti firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai manusia, sembahlah Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” [Al-Baqarah: 21].
Allah ta’ala juga berfirman,
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, Jika hanya Dia-lah yang kamu sembah.” [Fussilat: 37].
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Si’di rahimahullah mengatakan,
“Apabila matahari dan bulan, mahkluk yang sangat besar, namun hal itu tidak serta-merta melazimkan keduanya boleh disembah karena statusnya sebagai makhluk yang diciptakan dan dikendalikan, maka sembahlah Allah semata yang telah menciptakan keduanya, karena Dia-lah Sang Pencipta yang Mahaagung. Tinggalkanlah segala peribadahan kepada mahluk, betapapun besar ukuran dan banyak manfaat yang diberikannya, karena sesungguhnya hal itu bersumber dari Pencipta-nya, Allah tabaraka wa ta’ala. Sembahlah Allah dan ikhlaskan peribadahan hanya kepada-Nya.”
8⃣Dalam sejumlah ayat, Allah ta’ala juga menggunakan argumentasi yang serupa dalam mematahkan alasan-alasan kaum musyrikin yang menyembah berbagai sesembahan yang batil.
Allah ta’ala berfirman,
أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” [Al-Baqarah: 22]
9⃣ Al-Quran yang mulia menyebutkan dua argumentasi aqliyah dalam mematahkan keyakinan kaum musyrikin, yaitu :
a) Jika kalian (kaum musyrikin) mengakui bahwa Allah adalah Sang Pencipta, Pemberi rezeki, Dzat yang menghidupkan dan mematikan, serta Dzat yang mengatur alam semesta, hal itu melazimkan mereka untuk mengakui keesaan Allah dalam segala peribadahan, bahwasanya Dzat yang memiliki sifat demikian itu, Dia-lah yang berhak untuk disembah.
Adapun selain Allah adalah mahluk yang diciptakan dan dikendalikan, tida mampu memberikan manfaat dan bahaya pada dirinya sendiri apalagi kepada orang lain.
Allah ta’ala berfirman,
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ ۚ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah "Mengapa kamu tidak bertakwa (mengkihlasan peribadahan hanya kepada-Nya)?" [Yunus: 31].
Apa yang disebutkan dalam ayat di atas menggambarkan kontradiksi dan kesesatan yang dilakukan oleh kaum musyrikin, dimana mereka mengakui bahwa Allah semata yang memberikan rezeki, menganugerahkan pendengaran dan penglihatan, yang menghidupkan dan mematikan, dan mengatur segenap alam semesta.
Mereka mengakui bahwa seluruh sifat itu hanya khusus dimiliki Allah ta’ala dan hal itu berarti mereka seharusnya mengakui bahwa Allah ta’ala semata yang berhak disembah, karena sembahan lain yang diibadahi tidak memilii kekhususan seperti itu.
b) Bahwa segala sembahan yang disembah selain Allah ta’ala tidak memiliki keunggulan yang membuatnya pantas untuk disembah.
Mereka seperti apa yang difirmankan Allah ta’ala,
وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلَا يَمْلِكُونَ لِأَنْفُسِهِمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا وَلَا يَمْلِكُونَ مَوْتًا وَلَا حَيَاةً وَلَا نُشُورًا
“Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” [Al-Furqan: 3].
1⃣0⃣ Dengan apa hamba mengenal Allah? Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan,
الرب تعالى يدعو عباده في القرآن إلى معرفته عن طريقين: أحدهما: النظر في مفعولاته، والثاني: التفكر في آياته وتدبرها، فتلك آياته المشهودة، وهذه آياته المسموعة المعقولة
“Di dalam al-Quran, Allah ta’ala mengajak para hamba-Nya untuk mengenal-Nya dengan dua cara. Pertama, memperhatikan hasil kreasi/ciptaan-Nya. Kedua, merenungkan dan menghayati kandungan ayat-ayat al-Quran yang diturunkan-Nya. Cara pertama merupakan ayat Allah al-masyhudah (yang diperhatikan/disaksian) dan cara yang kedua adalah ayat Allah al-masmu’ah al-ma’qulah (yang didengar dan direnungkan).”
1⃣1⃣ Cara pertama dalam mengenal Allah adalah dengan merenungkan dan menghayati makhluk ciptaan Allah atau yang lazim desebut dengan ayat-ayat kauniyah seperti yang disebut dalam firman Allah ta’ala,
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [Ali Imran: 190-191].
Allah ta’ala juga berfirman,
أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah?” [Al-A’raf: 185].
Segala makhluk ini merupakan ayat dan bukti akan eksistensi, ilmu, hikmah, kekuasaan, keagungan, rahmat Allah ta’ala yang melazimkan hamba menauhidkan dan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya.
1⃣2⃣Cara kedua adalah dengan merenungkan dan menghayati kandungan wahyu yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya dan hukum-hukum agama-Nya yang lazim disebut dengan ayat-ayat syar’iyah. Allah ta’ala berfirman,
هُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ عَلَىٰ عَبْدِهِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۚ وَإِنَّ اللَّهَ بِكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al-Quran) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu.” [Al-Hadid: 9].
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Si’diy rahimahullah mengatakan,
{ هُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ عَلَى عَبْدِهِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ } أي: ظاهرات تدل أهل العقول على صدق كل ما جاء به وأنه حق اليقين، { لِيُخْرِجَكُمْ } بإرسال الرسول إليكم، وما أنزله الله على يده من الكتاب والحكمة. { مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ } أي: من ظلمات الجهل والكفر، إلى نور العلم والإيمان، وهذا من رحمته بكم ورأفته، حيث كان أرحم بعباده من الوالدة بولدها { وَإِنَّ اللَّهَ بِكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ }
“Dia-lah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat (al-Quran) yang terang dan nyata, yang menunjukan pada orang berakal akan kebenaran agama yang datang dari-Nya dan hal itu merupakan kebenaran yang senyatanya. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan kalian dari kegelapan kejahiliyahan dan kekufuran menuju pada cahaya ilmu dan iman, dengan mengutus Rasulullah dan menurunkan al-Quran dan al-Hikmah (hadits) kepada kalian. Hal ini merupakan bentuk kasih sayang-Nya, karena kasih sayang Allah kepada hamba melebihi kasih sayang ibu kepada anak. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu.”
1⃣3⃣ Bagaimana wahyu dan hukum-hukum agama Islam yang merupakan ayat syar’iyah mampu menjadi bukti atas eksistensi Allah? Jawabannya adalah:
a) Wahyu yang dibawa para rasul adalah wahyu yang lengkap, terintegrasi dan tersusun rapi, tidak ada pertentangan di dalamnya. Allah ta’ala berfirman perihal al-Quran,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran? Kalau kiranya al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” [An-Nisa: 82].
Al-Quran yang mulia adalah ayat syar’iyah, mukjizat, sekaligus bukti akan eksistensi Allah ta’ala.
b) Seluruh ayat syar’iyah dan hukum agama ditetapkan demi kemaslahatan hamba yang akan menjamin kebahagiaan mereka dalam kehidupan dunia dan akhirat. Hukum-hukum agama merupakan syari’at yang ditetapkan Allah ta’ala melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjamin kemaslahatan kita. Setiap problematika pasti terdapat solusinya dalam syari’at Islam, baik hal itu diterangkan secara global maupun terperinci.
1⃣4⃣ Mengenal Allah ta’ala merupakan dasar keimanan kepada Allah; cerminan pembenaran para rasul dan agama yang dibawa mereka; wasilah untuk menauhidkan-Nya yang merupakan hak Allah yang wajib ditunaikan hamba. Dengan mengenal Allah ta’ala akan melahirikan ketenangan dan ketenteraman; ridha kepada Allah sebagai Rabb dan Sembahan; menumbuhkan rasa cinta, pengagungan, khasyah, tunduk, perendahan diri kepada Allah yang akan berujung pada kebahagiaan hidup yang abadi. Seorang yang mengenal Allah ta’ala dan menunaikan hak-Nya di kala lapang, niscaya Allah akan mengenal dan membantunya tatkala ditimpa ujian. Dia akan meneguhkannya kala diuji dan membimbingnya untuk senantiasa bersyukur di kala lapang.
وصل اللهم وسلم وبارك على محمد وآله وصحبه وسلم تسليمًا
_Jazaakumullah khayran 'alaa ihtimaamikum_
✒ _Tim BETAH Indonesia Bertauhid_
Jangan lupa follow akun YouTube : INDONESIA BERTAUHID TV
Insyaallah
Dengan Tauhid Masuk Surga Sekeluarga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar